Review Kita Terlalu Muda untuk Jatuh Cinta - Aiu Ahra

2 comments
Konten [Tampil]

Judul Buku : Kita Terlalu Muda Untuk Jatuh Cinta
Penulis : Aiu Ahra
Editor : Dion Rahman
Penerbit : Elex Media Komputindo
Tahun Terbit : 2020
ISBN : 978-623-00-1324-9

B L U R B

Saat SMP, Azna pernah menyaksikan temannya melahirkan di dalam kelas. Kejadian tersebut meninggalkan sedikit trauma, membuat dia mulai mengasingkan diri dari makhluk berjenis laki-laki. Bahkan di semester awal SMA, bersama dua sahabatnya, dia mengajukan ekskul Anti Pacaran pada pihak sekolah guna mencegah kejadian yang pernah menimpa temannya terulang.

Seperti melempar boomerang yang kemudian berbalik arah. Ide anti pacaran itu menjadi abu-abu ketika Farah, salah satu sahabat yang juga penggagas ekskul tersebut, mulai berhubungan kembali dengan laki-laki yang pernah dekat dengannya saat  SMP. Lalu, debar-debar yang kerap dirahasiakan Azna setiap kali melihat Reksa, si ketua kelas, latihan panahan di sekolah semakin membesar meskipun selama ini terus dia tekan.

Mendapati kenyataan bahwa dirinya sendiri merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis, bisakah Azna tetap pada prinsipnya untuk tidak pacaran?



Baca Juga Kumpulan Kutipa-Kutipan dari Buku yang sama


K I L A S    B A L I K

“Nggak ada yang gampang dari memperjuangkan sesuatu, Na. Semua butuh proses dan pengorbanan. Apalagi yang kamu lakukan sekarang ini, kan niatnya mau menolong teman-teman seusia kamu supaya nggak terjerumus dalam pacaran.” – hlm. 34

Bukan tanpa alasan Azna bersama kedua sahabatnya, Ratih dan Farah ingin mendirikan ekskul Anti Pacaran di sekolahnya. Tapi sayang butuh waktu lama untuk merealisasikan hal tersebut dan mereka pun beralih bergabung bersama Rohis dan mengusulkan untuk di adakan kajian rutin demi cita-cita mereka tercapai.

Keinginan mereka tinggallah angan di saat bersamaan Farah malah dekat dengan teman laki-lakinya dan bahkan ia mematahkan prinsip di antara mereka untuk tidak berpacaran. Di satu sisi, pertemuan dua tatapan yang tidak di sengaja membuat Azna merasa tidak nyaman dengan perasaannya sendiri dan merasa bersalah walaupun Azna tidak menuruti keinginan hatinya dengan tekad yang kuat tetap berpegang pada prinsip dan agamanya untuk selalu menjaga hati dan perasaan agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal maksiat walaupun itu maksiat kecil sekalipun.

Satu kejadian yang menimpa Farah semakin membuat Azna sadar. Bahwa perasaan sukanya kepada Reksa bukanlah hal penting. Walaupun ntah benar atau salah, menurut pengakuan dari Dinda bahwa Reksa pun menaruh perasaan kepadanya. Seperti kata Ayahnya bahwa cinta memang pasti akan di cecap oleh semua umat manusia, namun tergantung pilihan apa yang akan dipilih untuk membenarkan kata cinta itu sendiri.

“Manusia hidup dengan mempertahankan pilihan mereka, Rat. Entah itu salah atau benar.” – hlm. 195

B O O K     R E V I E W

Kita Terlalu Muda Untuk Jatuh Cinta ini merupakan novel remaja islami yang mengangkat isu tentang baik buruknya tentang pacaran dan kedekatan seseorang dengan lawan jenis. Dengan adanya buku ini seakan adalah waktu yang pas untuk para remaja agar tidak menyalahkan kodrat seseorang dalam menyikapi perasaan sukanya kepada lawan jenis. Masing-masing punya pilihan mereka sendiri.

Di ceritakan dari sudut pandang orang pertama secara bergantian antara Azna dan Reksa membuat kita bisa memahami dengan baik bagaimana perasaan mereka dan alasan mereka untuk tidak terbawa perasaan atas yang mereka rasakan. Pilihan dan keputusan mereka dapat aku terima degan baik tanpa ada tanda tanya lebih lanjut. Apalagi penulis menggunakan bahasa sehari-hari yang mudah dipahami sehingga kita yang menikmati kisah Azna dan Reksa tidak merasa di gurui. Malah sebaliknya, kita mendapat banyak tambahan ilmu agama dari buku ini, yang selama ini mungkin kita anggap remeh ternyata menyimpan banyak hal baik maupun yang tidak baik untuk diri kita sendiri.

Karakter tokoh yang aku suka hampir keseluruhan aku suka semua dengan sifat dan prinsip mereka masing-masing. Tapi untuk yang paling menjadi favorit aku sih sosok ayahnya Azna. Sangat menginspirasi. Kedekatan anak dan Ayah disini membuat kita takjub dan seharusnya memang seperti itu adanya. Kebijaksanaannya dalam menyikapi masalah yang menimpa Azna serta nasihat-nasihatnya, dan wajar-wajar saja jika Reksa pun merasa iri melihat kedekatan mereka, hehehe sangat berbanding terbalik dengan keluarganya Reksa.

Dan bagaimana keluarga Reksa yang sangat protektif terhadapnya terutama sang ibu, bukan tampa alasan sih sebenarnya dan aku bisa memaklumi sifat ibunya itu dan keputusan sang kakek dari akibat masa lalu sang ibu. Yang seharusnya memang seharusnya seperti keputusan si kakek, bukan malah sebaliknya seperti yang banyak kita temui malah mempercepat dari apa yang sudah salah atas perbuatan mereka. Dan satu poin penting dari keluarganya Reksa yang bisa kita petik adalah serapat apapun sebuah rahasia dan juga semakin kita menunda-nunda sebuah rahasia yang seharusnya sudah layak untuk diketahui sang anak malah akan menjadi boomerang tersendiri buat keluarga.

“Selalu ada hal buruk di balik rahasia, kan? Aku lebih baik tahu daripada jadi orang bodoh yang nggak tahu apa-apa.” – hlm. 179

Yang menjadi fokus penulis di buku ini adalah bagaimana seseorang bisa menyikapi dengan bijak perasaan suka atau jatuh cintanya kepada seseorang sesuai syariat tidak melanggar ajaran agama. Walaupun demikian tidak membuat buku ini monoton dan jenuh, justru sebaliknya, karena keterlibatan tokoh-tokoh pendukung lainnya membuat suasana di novel ini semakin asyik untuk diikuti, juga pesan-pesan moral yang ingin di sampaikan penulis juga tersampaikan dengan baik kepada para pembaca.

Secara keseluruhan aku rekomendasikan buku ini untuk jadi bacaanmu selanjutnya. Bacaan ringan dengan sarat akan banyaknya ilmu yang kita dapat tentang hal-hal yang seharusnya kita jadikan untuk pilihan hidup ataupun tidak. Dan buku ini menurutku bisa jadi buku rekomendasi sepanjang masa nggak hanya untuk remaja, tapi juga orang dewasa kecuali yang sudah nikah, ehhh tapi perlu juga sihh, untuk anak-anak mereka kelak.

“Susah, ya,” ucapku yang ternyata nggak dia sahuti, “memaksakan kehendak kita ke orang lain.”
“Iya.”
“Tapi walaupun begitu, bukan berarti apa yang kita suarakan itu salah. Cuma mungkin pemahaman mereka belum sampai sana.” – hlm. 87


R A T I N G
4.5 Stars

Related Posts

2 comments

  1. Ternyata sudah banyak blogger buku yang membaca buku ini dan meresensinya. beberapa diantaranya bahkan menobatkan novel ini sebagai bacaan wajib tahun ini. Yang bikin saya penasaran adalah alasan keinginan Azna mendirikan eskul Anti Pacaran. Sebab saya beberapa kali membaca tweet-an netizen yang nyinyir dengan gerakan Anti Pacaran. Sikap skeptis ini muncul karena ternyata beberapa anggotanya justru berputar haluan dari prinsip gerakan itu. Kalau disambungkan dengan novel ini, gimana ya pandangan Azna sebagai teman Farah mendapati teman yang sevisi tiba-tiba berubah arah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau kataku sih buku ini cocok di baca sepanjang masa :)
      Dan untuk para netizen 'yg maha tau' apakah mereka sudah baca bukunya? karena aku yakin jika mereka sudah baca, nggak mungkin mereka bakalan nyinyir. hehehe
      Untuk alasan dan pandangan Azna saat Farah beralih prinsipnya, tentu saja semuanya di bahas dlm buku ini, dan aku dibuat terkagum2 dgn cara Azna menyikapinya dan cara penulis menyampaikannya tanpa kita merasa di gurui.

      Delete

Post a Comment